Hidup itu Emang Tempatnya Capek dan Seneng tapi Tergantung Respon Kita

Photo from Andrew Neet on Pexel.com

Lebih baik baca tulisan ini sambil mendengar lagu-lagu yang menenangkan batin, menikmati segelas kopi, merokok kretek khas kudus, sambil melihat jalan depan rumah. Memang terlihat seperti bapak-bapak yang menikmati sore sambil memikirkan kehidupan tapi disitulah seninya. Tenangnya dapet, nikmatnya dapet, dan sosialisasi dengan orang lewatnya dapet.

Zaman dulu saya pasti selalu mengganggu almarhum bapak saya yang menikmati sore sambil merokok plus kopi dengan mengatakan untuk hati-hati kalau merokok terus. Harap-harap bapak saya berhenti merokok agar tidak cepat meninggal. Meski setelah dewasa saya mulai paham kalau sebenarnya yang menyebabkan semakin tingginya risiko kematian dini adalah stres (Hasil penelitian Jurnal Psychosomatic Medicine) dan rokok dapat menghilangkan rasa stres sementara.

Bagi yang belum memahami kenapa orang bisa stres, capek, dan hal-hal yang menyedihkan lainnya pasti akan menyumpahi. Setidaknya menyumpahi seperti “udah ngapain si capek-capek mulu?”, “ati-ati capek terus nanti a.. b.. dan c..”, dan mungkin masih banyak lagi. Iya sederhananya orang yang komen itu juga bisa jadi sama-sama capek. Capek melihat orang capek.

Fenomena capek melihat orang capek memang sering saya lihat tapi sayangnya senang melihat orang senang kadang tidak sebanyak itu. Mau protes, tapi ngga ada yang bisa diprotes karena ngga ada yang salah. Mau ngga seneng, ngga ada bedanya berarti antara saya dan mereka. Serba salah kalau dipikir-pikir ya dan ngga ada habisnya. Ya memang kalau bagi saya lebih baik kalau orang terdekat kita capek disemangati dan kalau orang terdekat kita senang ikut senang.

Tapi seperjalanan saya memahami konsep-konsep duniawi ini, saya ternyata mulai paham cara menanganinya. Ternyata capek dan seneng itu bisa diatur. Penyebab saya bisa bilang gini karena saya mulai paham kalau otak yang meng-generasikan pikiran itu akan mengarahkan kita untuk memilih opsi yang membuat kita lebih nyaman. Jadi reflek dan respon kita terhadap suatu fenomena itu seperti cara kita mereduksi masalah agar kita merasa lebih aman dan nyaman. Jadi di dalam reduksi itu terdapat istilah proses yang ada input dan output. Input dan cara kita memproses kalau konteksnya berpikir berarti masa lalu dan pengalaman yang mempengaruhinya.

Nah disini harapan dari tulisanku dapat mengubah input dan proses mencerna output dari tindakan teman-teman. Saran saya mengapa kita tidak memasukkan hal-hal yang lebih positif terhadap suatu fenomena. Andaikan kita sedikit lebih khusnuzon/berpikir positif, saya yakin respon kita bisa lebih positif. Hal ini sederhana bukan? tergantung pilihan positif atau negatifnya saja. Akan tetapi yang membuat sulit adalah kebiasaan yang sudah kita bawa sejak bertahun-tahun.

Tertanda

Pengamatmu

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top