POV Kamar Gudang | CeritaPendek

Disclaimer! Cerita ini berdasarkan kisah nyata dan sudah meminta izin kepada yang bersangkutan (pemilik kamar).

Anggap saja cerita ini becanda..

Hari-hari sudah sangat melelahkan.. semakin melelahkan dengan keberadaan 4 orang laki-laki berbadan besar yang hidup di dalam kamar kos berukuran 5×3.

Kondisi kamar itu seperti kamar kos biasanya yang setara dengan kos tingkat menengah di Semarang. Ada satu tempat tidur, lemari, meja, kursi, dan kipas berdebu. Kardus yang berisi pakaian terdapat di sebelah meja dan di atas meja.. ada semuanya.. iya semuanya, laptop, buku, dan alat masak yang belum dicuci berhari-hari. Kamar itu juga dilengkapi dengan lampu yang redup dan tidak ada sinyal internet yang terhubung. Sungguh sempurna.. sempurna sebagai tempat persembunyian geng kriminal.

Namun ini bukan kamarku, karena pada saat itu belum ada kamar kos yang bisa aku tempati, jadi aku berniat mencari kamar kos untuk tinggal bersama temanku lainnya.

Tenang saja.. kami semua orang baik (walau terlihat seperti geng narkoba internasional yang bertemu dalam satu organisasi gelap). Kami terdiri dari satu orang Jawa, satu orang preman Sunda (yang tidak cukur 2 tahun), satu orang Cina, dan satu orang Bangladesh (ini bukan rasis tapi memang kenyataannya begitu). Selama 3 hari, kami tidur bersama-sama di kamar si preman Sunda ini, iya.. kami berempat. Teman Cina tidur dengan teman Sunda dan aku tidur dengan teman Bangladesh (kapan lagi coba tidur sambil di peluk orang Bangladesh dengan baju jersey bola bernama Wong Fei Hung). Sementara itu, beberapa dari kami ada yang belum mandi, bahkan hingga 3 hari. Tidak apa-apa.. bagi kami keringat adalah bukti bekerja keras. Semakin kamu bau sapi, semakin rispek kami kepadamu. Anjay.

Hidup yang kami rasakan seperti kuli bangunan yang belum digaji 3 minggu (biasanya kuli dibayar mingguan). Tidak mandi, tidak cukur, dan memakai baju yang sama dan semakin bau. Kami bukannya tidak mau mandi.. tapi berhemat. Kalian paham kan makna berhemat? Wkwk. Setiap hari makan di burjo yang sama dan selalu dilihati oleh pelanggan burjo yang sama (cie naksir apa gimana nih bang, eh). Bahkan, ada beberapa pelanggan burjo yang membicarakan kami, karena ada beberapa di antara kami yang cukup populer di kampus (pengurus kampus). Kalau saat itu kami berniat mencari wanita, aku yakin tidak ada yang mau. Jangankan wanita, ada orang yang mau mendekat saja sudah terkejut.. berattt.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top