
BAB I Kelompok Kriminal Bersenjata
Siapa yang tidak tahu KKB? KKB atau Kelompok Kriminal Bersenjata adalah salah satu dari sekian banyak panggilan untuk kelompok bersenjata yang berusaha untuk memerdekakan Papua dari Indonesia. Ada KKB, KSB, atau OPM.
Pada 27 April 2021, Menkopolhukam Mahfud MD dalam siaran pers No.72/SP/HM.01.02/POLHUKAM/4/2021 menegaskan bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan dikategorikan sebagai teroris. Hal ini dikarenakan aksi mereka telah memenuhi syarat sebagai tindakan teroris berdasarkan UU No. 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teroris (Kemenkopolhukam, 2021).
Sebelum dilabeli sebagai teroris, aksi mereka dilabeli tergantung dengan pembuat pernyataan. Kepolisian melabeli mereka sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dan TNI melabeli mereka sebagai Kelompok Separatis Bersenjata (KSB) (Edon & Hidayat, 2021).
BAB II Lantas Bagaimana Asal Mula KKB atau KSB
Mari Bersama-sama kita tarik ke belakang terlebih dahulu.
Pada sidang BPUPKI tanggal 10-11 Juni 1945 status Papua sebagai RI menjadi perdebatan. Pada saai itu Soekarno dan Moh. Yamin berpendapat bahwaa Papua harus menjadi NKRI. Hal ini dilandasi dengan faktor Sejarah yaitu termasuk sebagai kekuasaan Kerajaan Majapahit. Akan tetapi pendapat tersebut ditolak Mohamad Hatta karena melalui pandangan etnografis, Papua merupakan Melanesia dan bukan Polinesia yang mendiami sebagian besar wilayah Indonesia. Maka dari itu Keputusan Papua menjadi RI diserahkan pada penduduk Papua sendiri (Mukhtadi, 2021).
Pada 27 Desember 1949, Belanda menyerahkan kedaulatan Republik Indonesia tetapi tidak dengan Papua. Hal ini terjadi karena wilayah Papua masih menjadi incaran Belanda. Belanda bahkan mendorong daerah Papua untuk menentukan nasibnya sendiri serta membantu mempersiapkan alat dan simbol negara. Pada tanggal 1 Desember 1961, Bintang kejora sebagai bendera nasional Papua Barat sejajar dengan Bendera Belanda dan lagu Hai Tanahku Papua dinyanyikan dihadapan Kerajaan Belanda. Hal ini direspon oleh Republik Indonesia dengan operasi pembebasan Irian Barat atau kita akrab dengan sebutan Operasi Trikora atau Tri Komando Rakyat (Mukhtadi, 2021).
Pada tanggal 1 Oktober 1962, Belanda menyerahkan kekuasaan di Papua Barat kepada pemerintah sementara PBB. Selanjutnya Pemerintah RI menerima pemerintahan di Irian Barat dari pemerintah sementara PBB pada 1 mei 1963. Peristiwa ini berakhir pada Perjanjian New York dengan perlu melaksanakan Penentuan Pendapat Rakyat atau PEPERA. Maka PEPERA dilaksanakan pada tahun 1969 sebagai dasar yuridis bergabungnya Papua menjadi RI (Effendi & Panjaitan, 2021; Sefriani, 2003).
BAB III Kemunculan Separatis KKB
Hal menarik justru terjadi pasca peristiwa PEPERA
Masyarakat yang pro terhadap kemerdekaan Papua menyatakan bahwa Indonesia merebut kemerdekaan Papua melalui Kebijakan Trikora dan Pepera. Mereka menganggap PEPERA yang merupakan hasil Perjanjian New York tidak sah dan tidak memenuhi semua warga Papua.
Pasca PEPERA, masyarakat Papua yang menghendaki kemerdekaan masih tersimpan dalam pikiran mereka hingga saat ini. Mereka menganggap mereka adalah bangsa yang dijajah lama sejak ada kekuatan asing di Papua Barat. Selanjutnya munculnya pemahaman terhadap identitas bangsanya sendiri atau sebagai bangsa yang sangat berbeda dari bangsa lain (tentunya berkaitan dengan Bangsa Indonesia) (Djafar, 2016). Maka Organisasi Papua Merdeka atau OPM digagas pada 1963 dan resmi pada tahun 1965 (Effendi & Panjaitan, 2021).
Kecemburuan sosial, Pembangunan yang terabaikan, eksploitasi sumber kekayaan secara besar-besaran yang hasilnya tidak dinikmati sendiri oleh wilayah tersebut, dan adanya pendatang yang menimbulkan persepsi bahwa penduduk asli adalah penduduk kelas ii menjadikan OPM mendapat dukungan dan simpati dari kelompok yang semula menolak adanya OPM (Sefriani, 2003).
Bagi OPM mereka melakukan perjuangan, nemun bagi pemerintah tindakan mereka dianggap sebagai gerakan separatis.
Demikianlah pembahasan mengenai gerakan OPM yang saya dapatkan melalui telaah literatur. Saya harap tulisan dan informasi ini dapat bermanfaat.
Daftar Pustaka
Djafar, Z. (2016). Kemerdekaan Papua dan Relevansi Reaksi Tiga Negara. Jurnal Penelitian Politik, 9(1), 18.
Edon, S. F. L., & Hidayat, N. A. (2021). Kewajiban Pemerintah Indonesia Terhadap Pelanggaran Ham Yang Dilakukan Oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (Kkb) Di Papua. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(3), 854–869.
Effendi, T., & Panjaitan, A. C. D. (2021). Konsekuensi Penetapan Status Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua sebagai Teroris Menurut Hukum Pidana.
Kemenkopolhukam, O. H. K. P. (2021, April 29). Menko Polhukam: Organisasi dan Orang-Orang di Papua yang Lakukan Kekerasan Masif Dikategorikan Teroris. https://polkam.go.id/menko-polhukam-organisasi-orang-orang-papua-lakukan-kekerasan-masif/
Mukhtadi, M. (2021). Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Gerakan Separatis Papua Dan Implikasinya Terhadap Diplomasi Pertahanan Indonesia (Government Strategies In Managing Papua Separatist Movement And Its Implications On Defense Diplomacy). Jurnal Diplomasi Pertahanan, 7(2).
Sefriani, S. (2003). Separatisme dalam Perspektif Hukum Internasional: Studi Kasus Organisasi Papua Merdeka. Jurnal Fakultas Hukum UII, 26(47).

