Mengapa Terjadi Migrasi yang dilakukan oleh Masyarakat Pedesaan?
Menurut Martin dalam bukunya Sustainable Labor Migration Policies in a Globalizing World (2003), migrasi didefinisikan sebagai perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain yang disebabkan oleh perbedaan kondisi antara kedua daerah tersebut. Perbedaan utama yang mendorong migrasi adalah faktor ekonomi dan non-ekonomi. Berdasarkan pengelompokannya, faktor yang mempengaruhi migrasi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu faktor demand pull, supply push, dan jaringan (network). Faktor demand pull terjadi ketika ada permintaan tenaga kerja di daerah tujuan, seperti perekrutan tenaga kerja dari Meksiko untuk sektor pertanian di Amerika. Faktor supply push muncul ketika tenaga kerja tidak lagi dapat menemukan pekerjaan di daerah asalnya, yang mendorong mereka untuk migrasi ke daerah lain. Sementara itu, faktor network adalah elemen yang memberikan informasi kepada migran untuk membantu mereka dalam memutuskan untuk bermigrasi.
Sementara itu, menurut Tjiptoherijanto (1999), Salah satu faktor yang mendorong masyarakat desa untuk berpindah ke wilayah perkotaan adalah terbatasnya peluang kerja di pedesaan, kemiskinan akibat pertumbuhan jumlah penduduk, serta meningkatnya transportasi antar desa dan kota. Selain itu, tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan tradisi atau adat yang kadang dirasa membebani juga turut mempengaruhi. Sementara itu, faktor yang menarik mereka ke kota antara lain beragamnya dan luasnya peluang kerja, upah yang lebih tinggi, banyaknya kesempatan promosi (terkait pekerjaan dan pendidikan di berbagai sektor), ketersediaan barang dan jasa yang lebih lengkap, fasilitas rekreasi yang lebih nyaman, serta peluang bagi individu atau kelompok tertentu untuk lepas dari kontrol sosial yang ketat di desa.
Bagaimana Realita Pembangunan Pedesaan di Indonesia?
Pembangunan ekonomi pedesaan adalah aspek krusial dalam pembangunan nasional karena kawasan pedesaan mencakup area yang luas, memiliki jumlah penduduk terbanyak, menyuplai bahan baku untuk industri dan pangan, serta, berdasarkan pengamatan di atas, penduduk desa adalah kelompok yang rentan. Pengembangan pedesaan mencakup peningkatan pendapatan yang dapat mengurangi kesenjangan dengan kota, pemerataan pendapatan di desa, serta meningkatkan kemampuan desa untuk mengembangkan diri secara mandiri (Sardi, 1983). Pembangunan ekonomi di Indonesia lebih menekankan pada pusat-pusat pertumbuhan di perkotaan (growth pole) dengan harapan adanya efek penetasan (trickle down effect) yang dapat menjangkau daerah-daerah sekitarnya (hinterland). Namun, kenyataannya, efek penetasan tersebut tidak terjadi, melainkan yang muncul adalah pengurasan sumber daya daerah (massive backwash effect). Hal ini juga terjadi dalam hubungan antara desa dan kota (Anwar, 1999). Adanya backwash effect pada akhirnya menyebabkan dominasi pasar, pendapatan, dan kesejahteraan yang lebih besar di tangan masyarakat perkotaan. Akibatnya, masyarakat pedesaan semakin terperosok dalam kemiskinan. Kemiskinan yang melanda perdesaan menjadi salah satu pendorong bagi masyarakat desa untuk melakukan urbanisasi secara masif, yang pada gilirannya menimbulkan masalah di perkotaan (Rustiadi, 2007).


