Agropolitan: Menyatukan Keberlanjutan Pertanian dengan Pembangunan Infrastruktur Modern
Secara luas, pengembangan agropolitan berarti mengembangkan pedesaan dengan cara memperkenalkan fasilitas-fasilitas kota yang disesuaikan dengan lingkungan pedesaan. Hal ini berarti bukan mendorong perpindahan penduduk desa ke kota, tetapi mendorong mereka untuk tinggal di tempat dan menanamkan modal di daerah pedesaan, karena kebutuhan-kebutuhan dasar (lapangan kerja, akses permodalan, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, dan kebutuhan sosial-ekonomi lainnya) telah dapat terpenuhi di desa. Hal ini dimungkinkan karena desa telah diubah menjadi bentuk campuran yang dinamakan agropolis atau kota di ladang (Mahi, 2014).
Dalam mewujudkan konsep Agropolitan sebagai kota berkelanjutan, maka di dalam penyusunan rencana tata ruangnya harus melibatkan peran aktif masyarakat dan stakeholders lainnya. Bahkan, bukan hanya dalam penyusunan rencana tata ruangnya saja keterlibatan masyarakat harus diikutkan, tetapi juga pada proses penyusunan Perda tentang tata ruang tersebut. Di dalam tata ruang kota, pola Agropolitan harus dapat memadukan antara kepentingan kota dengan segala keanekaragamannya, baik manusia maupun pemanfaatan sumber daya lahannya, dan kepentingan ekosistem pertanian dengan pola corak ruralnya yang relatif tidak terlalu beraneka ragam, baik manusia maupun pemanfaatan sumber daya lahannya, yang lebih banyak bernuansa alami, yang sekaligus berfungsi sebagai ruang terbuka yang lebih luas bagi agropolitan itu sendiri. Dengan demikian, fungsi ruang terbuka akan sangat efektif, baik dalam skala yang lebih luas bagi perkotaan itu sendiri, maupun dalam skala yang lebih sempit.
Daftar Pustaka
Anwar, A., & Rustiadi, E. (1999). Desentralisasi Spasial melalui Pembangunan Agropolitan, dengan Mereplikasikan Kota-Kota Menengah-Kecil di Wilayah Perdesaan.
Mantra, I. B. (2003). Demografi Umum Edisi Kedua. Yogyakarta: Pustaka.
Mahi, A. K. (2014). Agropolitan: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Martin, P. (2003). Sustainable Labor Migration Policies in a Globalizing World. University of California, Davis.
Rustiadi, Ernan dan Sugimin Pranoto.2007. Agropolitan Membangun Ekonomi Perdesaan. Bogor: Crestpent Press
Sardi, J. (1983). Peranan Kota-kecil dalam Pengembangan Pedesaan. Economics and Finance in Indonesia, 31(2).
Tambusay, B. W., Harahap, I., & Nawawi, Z. M. (2024). Fenomena Migrasi dan Urban Bias dalam Konteks Indonesia. JEPP: Jurnal Ekonomi Pembangunan Dan Pariwisata, 4(1), 40-47.
Tjiptoherijanto, P. (1999). Urbanisasi dan pengembangan kota. Jurnal Populasi, 10(2), 57-72.
Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2006). PEMBANGUNAN EKONOMI, edisi 9, jilid 1. Erlangga.
Wahyuni, N., Kulik, A. A., Lydia, E. L., Shankar, K., & Huda, M. (2020). Developing region to reduce economic gaps and to support large environmental activities. Journal of environmental treatment techniques, 8(1), 540-545.
Wijayanti, M., & Ma’arif, S. (2017). Peran Kota-Kota Kecil Dalam Peningkatan Aktivitas Pertanian Di Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu. Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota), 6(3), 180-190.


