Lalu bagaimana mengatasi permasalahan yang bertumpuk ini?
Pada hakekatnya, pola pendidikan di wilayah perkotaan mendorong masyarakatnya untuk segera bekerja, sementara bidang pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka hampir tidak ada di daerahnya sendiri. Para Sarjana Pertanian juga terkendala untuk kembali bertani atau memberikan penyuluhan ke petani-petani desa karena keterbatasan pendidikan petani, sehingga kurang mampu memahami apa yang disampaikan. Perlu adanya perhatian lebih terhadap para perantau yang terjebak di antah berantah untuk dapat mencukupi ekonomi keluarganya, sehingga mereka tidak menjadi bibit permasalahan di perkotaan karena beban pikiran yang tidak berkesudahan. Sejatinya, pemerintah dan masyarakat memang harus bekerja sama dan saling berkomunikasi dua arah, agar program yang diterjunkan tepat sasaran, syukur-syukur dapat mengurangi motivasi mereka untuk meninggalkan desanya. Pada akhirnya, keterkaitan kota dengan desa bukan lagi perkara perjalanan pekerja atau pariwisata, tapi kolaborasi pembangunan yang seimbang sehingga dapat memberikan manfaat yang baik bagi perkotaan atau wilayah pedesaan.
Referensi :
Jedwab, R., Christiaensen, L., & Gindelsky, M. (2017). Demography, urbanization and development: Rural push, urban pull and… urban push?. Journal of Urban Economics, 98, 6-16.
Brown, L. A., & Sanders, R. L. (1981). Toward a development paradigm of migration, with particular reference to Third World settings. In Migration decision making (pp. 149-185). Pergamon.


