Serba Bimbang Antara Impor Pangan, Tuntutan Kualitas, Kebutuhan Pangan Masa Depan, dan Kebijakan Saat Ini

Gambar : Petani menanam padi (Sumber : Gambar dari Kementerian Keuangan)

Ketergantungan impor merupakan permasalahan pada sektor agrikultur yang berulang setiap tahunnya. Sebagai negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sangat ironis bahwa Indonesia harus mengimpor komoditas bahan pangan. Beberapa komoditas bahan pangan yang masih diimpor Indonesia, seperti beras, jagung, kedelai, biji gandum dan meslin, tepung terigu, gula pasir, daging sejenis lembu, daging ayam, garam, mentega, minyak goreng nabati, susu, bawang merah, bawang putih, kakao, tembakau, dan kentang. Sebagian komoditas yang diimpor tersebut justru bisa dihasilkan di dalam negeri. Idealnya, impor yang dilakukan pemerintah disebabkan karena kekurangan produksi dalam negeri. Namun, yang terjadi saat ini, Badan Urusan Logistik (Bulog) selalu kekurangan kebutuhan beras ketika masa panen raya. Masalah berulang tiap tahun inilah yang terus menjadi alasan pemerintah dalam melakukan impor. 

Kebutuhan Pangan Masa Depan

Menurut proyeksi para ahli kependudukan, pada tahun 2035, penduduk Indonesia akan mencapai sekitar 350 juta jiwa, sekalipun program Keluarga Berencana (KB) berjalan dengan sukses. Sementara itu, tingkat konsumsi per kapita saat ini mencapai 139 kilogram per kapita per tahun. Mengacu pada data tersebut, maka setidaknya dibutuhkan sekitar 50 juta ton beras pada tahun 2035. Untuk menghasilkan 50 juta ton beras, dibutuhkan sawah dengan produktivitas rata-rata 5 ton Gabah Kering Giling (GKG) per hektar seluas kurang lebih 11 juta hektar. Data saat ini menunjukkan bahwa Indonesia hanya memiliki sekitar 6,5 juta hektar, sehingga sangat sulit mendapatkan lahan baru untuk memenuhi pertambahan permintaan beras di tahun 2035.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top