Serba Bimbang Antara Impor Pangan, Tuntutan Kualitas, Kebutuhan Pangan Masa Depan, dan Kebijakan Saat Ini

Tidak hanya di Kabupaten Boyolali, aksi buang susu sapi juga terjadi di Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur, oleh perusahaan pengepul susu PT. Nawasena Satya Perkasa (NSP). Direktur PT. NSP, Bayu Aji Handayanto mengatakan, pihaknya membuang 160 ton susu bersama dengan distributor lainnya sebagai bentuk protes pembatasan kuota kiriman susu ke IPS. Adapun, PT. NSP sudah tidak lagi menyuplai susu ke pabrik secara maksimal sejak akhir bulan September 2024. Kiriman susu yang sebelumnya mencapai 70 ton per hari, kini dibatasi menjadi 40 ton per hari. Akibatnya, banyak peternak di Jawa Timur dan Jawa Barat yang terdampak. 

Adanya aturan pembatasan kuota susu sapi oleh IPS, salah satunya disebabkan kualitas produksi susu sapi lokal yang stagnan. Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS) mengungkapkan, industri membatasi penyerapan susu dari peternak karena alasan keamanan pangan bagi konsumen. Direktur Eksekutif AIPS, Sonny Effendhi mengatakan, pembatasan mau tidak mau dilakukan industri karena kualitas susu peternak dalam negeri tidak sesuai standar perusahaan. Susu peternak dalam negeri mengandung bahan-bahan tertentu yang tidak aman ketika dikonsumsi masyarakat, seperti air, sugar syrup, dan bahan lainnya. Ia pun juga membantah bahwa industri memilih impor karena terkait harga. Hal ini dikarenakan harga impor dan dalam negeri cenderung sama. 

Kebutuhan pangan yang tinggi seiring dengan jumlah penduduk yang meningkat menimbulkan ancaman krisis pangan, rupanya diperparah oleh jumlah petani di dunia yang terus berkurang setiap tahunnya. Rendahnya petani usia milenial dan masih banyaknya petani usia tua semakin menguatkan kekhawatiran akan terjadinya krisis petani di Indonesia. Terdapat berbagai alasan di balik menurunnya minat pemuda untuk bekerja di sektor pertanian, salah satunya yaitu sektor pertanian memiliki citra yang kurang bergengsi dengan teknologi yang belum maju dan belum dapat memberikan pendapatan yang memadai. Faktor-faktor seperti usia, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha tani, biaya awal masuk pertanian, penguasaan lahan, modal, dan pendapatan dari pekerjaan lain mempengaruhi proses regenerasi petani. 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top