
Keterbatasan yang dimiliki sebuah rumah tangga merupakan ciri dari kemiskinan. Kemiskinan di Indonesia umumnya terjadi di daerah pedesaan, di mana sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup dengan mengolah tanah pertanian. Umumnya, kemiskinan rumah tangga petani di pedesaan dapat dikategorikan dengan cara mengukur kepemilikan aset dan modal rumah tangga atau akses petani terhadap pasar. Anggota rumah tangga pedesaan akan merasa miskin apabila tidak memiliki lahan yang cukup luas. Hal ini dikarenakan bagi petani pedesaan, tanah merupakan aset yang sangat vital sebagai sarana untuk menyambung hidup sebuah keluarga. Di masyarakat, profesi petani biasanya digunakan sebagai perlindungan dari status pengangguran, sehingga banyak petani yang digolongkan sebagai petani miskin. Kebutuhan hidup yang besar mendorong petani untuk berperilaku sebagai petani survival demi memenuhi kebutuhannya, maka secara kasar dapat diartikan bahwa masalah yang dihadapi petani adalah bagaimana menghasilkan beras yang cukup untuk makan sekeluarga dan untuk membeli barang kebutuhan lainnya.
Kasus yang terjadi pada petani gurem di Desa Tukul, Kecamatan Tering, Kabupaten Kutai Barat menjadi contoh yang riil bagaimana pendidikan menjadi faktor yang mempengaruhi kemiskinan masyarakat desa. Sebagian besar petani lahan kecil di Desa Tukul merupakan lulusan sekolah dasar. Kualitas pendidikan yang rendah berdampak pada minimnya pengetahuan dan akses pasar yang dimiliki petani. Hal ini menyebabkan para petani gurem masih bergantung pada tengkulak dalam menjual hasil panennya. Ketergantungan petani gurem terhadap tengkulak sering dimanfaatkan tengkulak untuk mengambil keuntungan. Banyak tengkulak yang memainkan harga, membeli hasil panen petani dengan harga murah, dan menerapkan sistem pembelian yang merugikan petani. Sistem pembelian yang digunakan tengkulak untuk membeli padi adalah sistem tebasan atau pembelian secara tafsiran. Sistem ini biasanya dilakukan setelah padi mulai menguning, sedangkan untuk sistem pembayarannya, para tengkulak biasanya membayar uang panjar atau uang muka terlebih dahulu, dan sisanya akan dibayar setelah tengkulak menjual beras. Penjualan melalui tengkulak ini terpaksa dilakukan oleh para petani lahan kecil karena mereka tidak bisa menjual hasil panennya sendiri.


